Sabtu, 04 April 2009

PEMANFAATAN LIMBAH AIR KELAPA


PEMANFAATAN LIMBAH AIR KELAPA UNTUK MEDIA PENGKAYA SISTEM BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii)
BAGI NELAYAN DESA PATAS KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG, PROPINSI BALI

Carles sugara1), Rahmat Sandi R.2) Ngurah Permanana3), Uun Yanuhar4)
1)Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya
2) Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya
3) Staf Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut, Gondol

ABSTRAK
E. cottonii adalah salah satu jenis rumput laut yang tersebar luas di wilayah Indonesia dan merupakan komoditas eksport non migas. Upaya peningkatan kualitas produksi rumput laut diperlukan interfensi manusia yakni dengan pemanfaatan limbah air kelapa. Tujuan penelitian adalah mengetahui laju pertumbuhan dan produksi E. cottonii dengan perendaman dengan media air kelapa. Metode penelitian ini adalah metode rakit apung. Keuntungan metode ini adalah efektif dalam pemanfaatan budidaya, efektifitas yang terukur dalam bentuk waktu panen, hasil panen lebih cepat dan berkurangnya tingkat kerusakan hasil panen. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukan bahwa laju pertumbuhan E. cottonii yang mendapat perlakuan perendaman air kelapa meningkat pada minggu ke-1 dan ke-2 dengan selisih peningkatan berat basah E. cottoni sebanyak 6,25 gram, sedangkan peningkatan laju pertumbuhan pada rumput laut E. cottonii tanpa perlakuan perendaman pada minggu ke-3 dan ke-4 hanya menunjukkan peningkatan sebanyak 2,44 gram. Laju pertumbuhan rumput laut dengan perlakuan pada minggu ke-3 dan ke-4 mengalami penurunan berat basah secara drastis karena disebabkan hama dan penyakit. Berdasarkan hasil ini dapat dilihat bahwa perbedaan peningkatan selisih berat basah E. cottoni dipengaruhi oleh perlakuan media air kelapa. Kesimpulan penilitian ini adalah media air kelapa berpengaruh positif terhadap peningkatan laju pertumbuhan E. cottoni yang ditunjukkan oleh meningkatnya berat basah pada minggu ke-1 dan ke-2 sebanyak 6,25 gram yang berarti pada minggu ke-1 sampai k-4 merupakan fase pembibitan.

Kata–kata kunci : air kelapa, E. cottonii, media pengkaya, nelayan

.
ABSTRACT
E. cottonii is one of seaweeds species which spread in Indonesian side and it’s non migas export commodity. Efort raising quality production of seaweed needed humans interfention that is using coconuts water waste. The purpose of this research is to know growth rate and production of E. cottonii by soaking with coconuts water media. This research method is floating method. The profit of this method is effective in using aquaculture, measure in harvests time, the harvests result is faster and decreasing of harvest result depreving. The researchs result gotten showed that growth rate of E. cottoni that got a soaking action of coconuts water increase on first week and second week with difference increase of E. cottoniis wet weight is 6,25 gram, while increasing of growth rate on E.cottonii without action on third week and fourth week have experienced decrease of wet weight rapidly because plant pest and disease. Basic from this result it can be looked that the different increasing difference wet weight of E. cottonii is influenced by act coconuts water. Conclusion of this research is coconuts water is influential to increas of wet weight on first week and second week, it’s 6,25 gram and it mean on first week till fourth week it’s seedling phase.

Key words : coconuts water, E. cottonii, enrichment media, fisherman.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumput laut (E. cottoni) sebagai tanaman yang hidup di perairan. Rumput laut (sea weed) mempunyai nilai ekonomi dan sosial yang tinggi bagi masyarakat pesisir. Nilai ekonomis tersebut dikarenakan rumput laut mampu menghasilkan karagenan dan agar. Dua jenis komponen tersebut berperan sebagai emulsifying agent, formatting agent, binding agent dan gelling agent yang sangat diperlukan dalam industri makanan, kosmetik maupun farmasi (Majalah Trobos , 2008).
Pengembangan budidaya rumput laut di Indonesia dirintis sejak tahun 1980-an dalam upaya perubahan kebiasaan penduduk pesisir dari pengambilan sumberdaya alam ke arah budidaya rumput laut yang ramah lingkungan dan usaha budidaya ini dapat meningkatkan pendapatan masyarakat pembudidaya juga dapat digunakan untuk mempertahankan kelestarian lingkungan perairan pantai (Ditjenkan Budidaya, 2004). Harapan dan tantangan tersebut tentunya tidak terlepas dari dukungan teknologi budidayanya. Kelapa merupakan tanaman endemik yang tumbuh di daerah tropis. Banyak manfaat kelapa mulai dari daun, batang, dan buah (daging dan air). Dengan melimpahnya kelapa sekarang, penggunaan kelapa kurang efektif misalnya pada air kelapa. Morel (1974) menjelaskan air kelapa salah satu bahan alami yang didalamnya terkandung hormon sitokinin 5,8 mg/l, auksin 0,07 mg/l, dan giberilin dalam jumlah sedikit serta senyawa lain yang dapat menstimulasi perkecambahan dan pertumbuhan.
Besar kemungkinan air kelapa mampu juga menjadi hormon pertumbuhan bagi E. cottoni dan hal ini perlu sekali untuk dibuktikan secara ilmiah. Pertumbuhan pohon kelapa yang berada di Bali cukup besar terutama di desa Patas, Gerokgak.
Tujuan
• Bagaimana pemanfaatan limbah air kelapa dalam peningkatan kualitas produksi rumput laut (Eucheuma cottonii)?

Manfaat
• Peningkatan produksi rumput laut (E. cottonii) dengan merangsang pertumbuhanya menggunakan limbah air kelapa.

METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu
1. Tahap perendaman rumput laut dilaksanakan di laboratorium kualitas air yang berada di Desa Patas Kecamatan Gerokgak, Buleleng, Bali.
2. Penelitian ini dilaksanakan di perairan Desa Patas Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng Propinsi Bali pada bulan Februari–Maret .

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah ember plastik, papan, tali plastik, tali nilon (polietilen), timbangan, pisau dan pelampung, sedangkan bahan meliputi air kelapa, bibit E. cotonii pada fase pembibitan dan air laut.

Metode pelaksanaan
Pembuatan Petak
Bambu yang telah disiapkan dipotong sebanyak 5 potong. Pada setiap ujung bambu diberikan pelampung berupa gabus agar tetap terapung di permukaan air selama kegiatan budidaya tersebut berlangsung. Petak dengan luas 3,5 m x 1,5 m dibagi menjadi 2 bagian memanjang sehingga luas masing–masing bagian 3,5 m x 0,75 m. Bagian yang direntangkan yakni tali nilon (polietilan) sepanjang 3,5 m dengan jarak simpul ikatan pada permukaan bambu (tali utama) 20 cm. Tali ini diberikan raffia dengan panjang 25 cm sebagai simpul pengikat rumput laut, dengan jarak masing–masing 25 cm dengan jumlah rentangan 4 tali.. Pada petak ini menggunakan sistem katrol agar lebih mudah untuk mengontrol dan memantau pertumbuhannya, apabila ingin dibawa ke pinggir pantai maka tinggal menarik tali tersebut begitu juga sebaliknya.

Penyediaan Bibit
Bibit yang dibudidayakan diambil dari stok alam. Rumput laut yang dijadikan bibit harus sehat, dan berwarna cerah yaitu merah agak kecoklatan cerah dan hijau cerah. Bagian rumput laut yang baik untuk dijadikan bibit adalah bagian ujung thallus yang masih muda dengan panjang kurang lebih 8–10 cm. Bibit rumput laut dipotong dengan menggunakan pisau.

Penanaman
Rumput laut ditimbang seberat 100 gram dan sebelum ditanam rumput laut direndam ke dalam air kelapa yang dicampur dengan air laut selama 30 menit dengan perbandingan 75% air kelapa dan 25% air laut dengan menggunakan petak yang sudah dirancang. Setiap petak ditanam rumput laut yang mendapat perlakuan dan tidak mendapat perlakuan.
Pemeliharaan
Pemeliharaan pada budidaya rumput laut hanya dilakukan dengan membersihkan lumpur dan kotoran yang melekat pada rumput laut, menyulam tanaman yang rusak atau lepas dari ikatan, mengganti tali, bambu dan pelampung yang rusak, dan menjaga tanaman dari serangan predator seperti ikan dan penyu.
Proses pengukuran atau penimbangan
Petak A dan petak B diambil rumput laut satu rentangan tali untuk mengetahui volume pertumbuhan rumput laut di minggu pertama dan dicatat hasilnya setelah ditimbang rumput laut tersebut tidak digunakan lagi pada budidaya karena apabila ditanam lagi maka akan berpengaruh terhadap pertumbuhan selanjutnya dan data yang diproleh tidak akan akurat. Pada minggu kedua dilakukan cara pengukuran yang sama dan dicatat hasilnya. Rumput laut yang diukur tersebut tidak digunakan lagi. Perhitungan volume pertumbuhan rumput laut dihitung hingga minggu keempat.

Metode Analisa Data
Pengukuran data berat dilakukan setiap satu minggu sekali. Data dianalisis dengan menggunakan uji BNT (Beda Nyata Terlihat). Beberapa parameter pertumbuhan diukur dengan menggunakan beberapa rumus yaitu
1. Laju Pertumbuhan (G)

Dimana
G = Laju Pertumbuhan (gram)
Wt = Berat Akhir (gram)
Wo = Berat Awal (gram)
2. Analisa produksi yang didasarkan pada metode.

P = G . Ŵ


Dimana:
P = produksi (gram)
G = laju pertumbuhan (gram/minggu)
Ŵ = biomassa rata–rata (gram)
W1 – W4 = biomassa minggu pertama hingga minggu keempat (gram)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karateristik Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanankan tepatnya di Desa Patas, Kecamatan Gerokgak, Buleleng, Bali. Pesisir pantai yang berada di daerah Bali sekarang dimanfaatkan oleh para nelayan untuk membudidayakan rumput laut khususnya daerah Gerokgak. Hampir 80% masyarakat di sana adalah petani rumput laut. Para nelayan yang menggeluti budidaya rumput laut sekitar 180 nelayan di pesisir pantai Gerokgak. Budidaya rumput laut telah menjadi mata pencaharian baru yang memberi keuntungan ekonomis bagi para nelayan yang berada di Gerokgak terutama desa Patas.

Laju pertumbuhan E. cottonii berdasarkan perendaman.
Tingkat kesuburan di suatu daerah tergantung pada pada faktor lingkungan, antara lain substrat pasir, kondisi perairan, musim dan juga faktor lainya. Hal inilah yang menentukan suatu usaha budidaya yaitu pertumbuhan dan produksi. Pertumbuhan pada umumnya dinyatakan sebagai suatu proses peningkatan secara berangsur–angsur dalam berat. Sedangkan produksi merupakan penambahan biomassa yang berkaitan dengan hasil reproduksi dari suatu individu pada kurun waktu tertentu (Champan, dalam Benegal, 1978). Berakaitan dengan pernyataan tersebut, maka untuk mengetahui pertumbuhan dari E. cottonii dibutuhkan data berat dan waktu pemeliharaan selama kegiatan budidaya rumput laut dilaksanakan. Untuk memperoleh data berat telah dilakukan pengukuran terhadap pertambahan berat satu minggu sekali selama empat minggu.

Tabel 1. Laju pertumbuahan rumput laut yang mendapat perlakuan.
No Minggu Laju perumbuhan (gr)
Wo (gr) Wt (gr) G (gr) Keterangan
1 I 100 125,7 3,67
2 II 100 239 9,92
3 III 100 259 7,75
4 IV 100 279 6,3



Tabel 2. Laju pertumbuhan rumput laut yang tidak mendapat perlakuan
No Minggu Laju pertumbuhan (gr)
Wo (gr) Wt (gr) G (gr) Keterangan
1 I 100 121,4 3,05
2 II 100 187 6,21
3 III 100 261 7,66
4 IV 100 383 10,10

PENUTUP
Kesimpulan
• Air kelapa berpengaruh positif terhadap pertumbuhan rumput laut (E. cottonii)

Saran
• Penggunaan air kelapa dalam budidaya rumput laut perlu dilakukan agar para pembudidaya rumput laut bisa menacapai hasil yang optimal dan lebih besar dua kali lipat.

Teknologi Alternatif Pemanfaatan Limbah Air Kelapa untuk peningkatan Kualitas Produksi Budidaya Rumput Laut E.cottonii di Daerah Endemik Desa Patas.


I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kegiatan budidaya rumput laut di Indonesia pada awalnya digalakan secara ekstensif, namun dinamika ini terus berkembang sejalan kemajuan sains dan teknologi kini rumput laut dibudidayakan secara intensif, karena keadaan alamnya yang merupakan perairan pantai maupun karangnya yang sangat potensial untuk budidaya rumput laut. Rumput laut (sea weed) mempunyai nilai ekonomis dan sosial yang tinggi bagi masyarakat pesisir. Nilai ekonomis tersebut dikarenakan rumput laut mampu menghasilkan karaginan, agar dan alginat. Potensi rumput laut ini tersebar di seluruh perairan Indonesia kurang lebih 2 juta Ha yang dapat dimanfaatkan secara efektif untuk budidaya (Majalah Trobos, 2008).
Kelapa merupakan salah satu tanaman yang memiliki banyak manfaat mulai dari daun, batang, dan buah (daging dan air) dan kelapa adalah salah satu komoditas ekspor Indonesia. Pemanfaatan kelapa dikalangan masyarakat sudah mulai berkurang. Salah satu bagian yang tidak dimanfaatkan secara optimal adalah airnya, misalnya dalam pengolahan minyak kelapa skala rumah tangga, sekarang air kelapa tersebut sudah tidak dimanfaatkan dengan baik, padahal air kelapa mengandung beberapa hormon pertumbuhan yang dapat memacu pertumbuhan tanaman.
Hormon yang terkandung dalam air kelapa yaitu sitokinin, auksin dan giberelin, yang berfungsi sebagai perangsang pertumbuhan tanaman. Auksin berfungsi untuk merangsang pertumbuhan akar pada stekan atau cangkokan, sedangkan sitokinin adalah hormon turunan dari adenin yang berfungsi untuk pembelahan sel dan diferesiansi mitosis, disintesis pada ujung akar dan translokasi pada pembuluh xilem. Giberelin merupakan hormon tumbuh alami pada tanaman yang bersifat sintesis dan berperan mempercepat perkecambahan. Besar kemungkinan air kelapa juga mampu menjadi hormon pertumbuhan bagi E. cottoni dan hal ini sangat penting untuk dibuktikan secara ilmiah.

1.2 Perumusan Masalah
Pengguanaan media air kelapa ini didasarkan pada pemanfaatan kelapa yang kurang optimal dikalangan masyarakat, misalnya pada industri kopra, pasar tradisional dan pengolahan minyak skala rumah tangga. Hal ini disebabkan karena kurangnya pemahaman dari kalangan masyarakat tentang manfaat dari kelapa. Banyaknya limbah kelapa yang tidak dimanfaatkan maka dari itu perlu adanya teknologi dalam pemanfaatan limbah tersebut.
Rumusan dalam penulisan ilmiah ini meliputi:
1. Bagaimanakah teknologi pemanfaatan limbah air kelapa yang banyak terdapat di pasar tradisional dan pengelola kopra dalam peningkatan produksi rumput laut E. cottonii yang berada di desa Patas Kecamatan Gerokgak yang tidak dimanfaatkan dengan optimal ?
2. Apakah dengan teknologi pemanfaatan limbah air kelapa terhadap pertumbuhan rumput laut E. cottonii bisa meningkatkan taraf hidup masyarakat di desa Patas terutama masyarakat yang berada di daerah pesisir ?
1.3 Tujuan dan Manfaat
Tujuan
1) Pemanfaatan limbah air kelapa yang tidak dimanfaatkan secara optimal oleh industri kopra, pengolahan minyak da pasar tradisional serta mengetahui seberapa besar pengaruhnya terhadap budidaya rumput laut E. cottonii di desa Patas.
2) Upaya peningkatan produksi budidaya rumput laut E. cottonii dalam meningkatkan tarah hidup terutama masyarakat pesisir di desa Patas.
Manfaat
1) Meningkatkan manfaat limbah air kelapa yang dalam pemanfaatanya kurang optimal pada industri kopra dan pengolahan minyak.
2) Peningkatan pendapatan masyarakat dalam upaya mensejahtrakan masyrakat pesisir desa Patas.

k1.4 Gagasan Kreatif
Penggunaan media air kelapa dapat dilakukan terhadap semua jenis tumbuhan (Bey, Y. dan dkk, 2005). Penggunaan media air kelapa untuk tanaman-tanaman yang hidup di perairan laut sebagai media tumbuh dipandang senantiasa memberikan cukup nutrien bagi pertumbuhan tanaman, dalam rangka meningkatkan kualitas produksi tidak cukup hanya mengandalkan lingkungan yang bersifat alami akan tetapi teknik budidaya dengan memanfaatkan limbah air kelapa untuk mnengoptimalkan produksi budidaya rumput laut sekaligus untuk meningkatkan taraf hidup petani di desa Patas yang menjadi pokok bahasan yang menarik untuk dipecahkan.

II TELAAH PUSTAKA
2.1 Kelapa
Kelapa adalah salah satu jenis tumbuhan dari keluarga Arecaceae. Kelapa adalah satu-satunya spesies dalam genus Cocos, dan pohonnya mencapai ketinggian 30 m. Kelapa juga adalah sebutan untuk buah pohon ini yang berkulit keras dan berdaging warna putih. (……)
Klasifikasi Ilmiah
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Arecales
Famili : Arecaceae
Genus : Cocos
Jenis : Cocos nucifera
Kelapa merupakan tanaman endemik yang sebagian besar ada di daerah di Indonesia, yang sangat mudah tumbuh dalam keadaan apapun. Manfaat kelapa sangat banyak sekali mulai dari buah, batang, daun, dan akarnya. Kelapa sekarang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat, sebab kelapa memiliki nilai ekonomis yang lumayan tinggi. Beberapa manfaat yang dapat diambil dari pohon kelapa yakni, daun kelapa dalam masyarakat Bali sangat bermanfaat karena daun kelapa yang masih muda dapat digunakan dalam upacara keagamaan, misalnya dalam pembuatan banten yang merupakan simbol terima kasih kepada Tuhan. Batang kelapa juga memiliki manfaat yang ekonomis yakni sebagai bahan bangunan yang biasanya digunakan dalam pembuatan rumah. Buah kelapa memiliki banyak manfaat mulai dari daging, tempurung, dan airnya. Daging buah kelapa sudah banyak dimanfaatkan sebagai produksi kopra yang sudah marak di kalangan masyarakat sekarang.
Air kelapa mengandung antioksidan dan hormon pertumbuhan. Antioksidan adalah penahan radikal bebas bagi tubuh. Antioksidan ini akan menghentikan reaksi berantai radikal bebas dalam tubuh bergantung pada jenis antioksidannya. Beberapa hormon yang terkandung dalam air kelapa yaitu auksin, sitokinin, dan giberelin. Hormon tersebut dapat berfungsi sebagai perangsang pertumbuhan tanaman, seperti auksin berfungsi sebagai pembesaran sel, sintesis kromosom, serta pertumbuhan aksis longitudinal tanaman, gunanya untuk merangsang pertumbuhan akar pada stekan atau cangkokan. Hormon sitokinin merupakan hormon turunan dari adenin yang berfungsi dalam hal pembelahan sel dan diferesiansi mitosis, disintesis pada ujung akar dan translokasi pada pembuluh xilem. Giberelin merupakan hormon tumbuh alami pada tanaman yang bersifat sintesis dan berperan mempercepat perkecambahan.
2..2 Rumput Laut E. cottonii
Wilayah sebaran rumput laut yang tumbuh alami (wild stock) hampir terdapat di seluruh perairan dangkal laut Indonesia yang mempunyai rataan terumbu karang. Lokasi budidaya E. cottoni tersebar di perairan pantai di beberapa pulau yakni di kepulauan Riau, Bangka-Belitung, Lampung selatan, Pulau Panjang, Pulau seribu, Nusa Dua, Nusa Lembongan, Nusa Penida, Lombok dan masih banyak pulau – pulau yang membudidayakan E. cottonii.
Berdasarkan kandungan pigmennya, rumput laut dikelompokkan menjadi 4 kelas yaitu : Rhodophyceae (ganggang merah), Phaeophyceae (ganggang cokelat), Chlorophyceae (ganggang hijau), Cyanophyceae (ganggang biru hijau). Beberapa jenis rumput yang bernilai ekonomi sejak dulu sudah diperdagangkan yaitu Eucheuma sp., Hynea sp., Gracillaria sp., dan Gelidium sp., dari kelas Rhodophyceae serta Sargassum sp., dari kelas Phaeophyceae.
Sejak tahun 1986 sampai sekarang jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan di Kepualauan Seribu adalah jenis E. cottonii. Rumput laut jenis E. cottonii ini juga dikenal dengan nama Kappaphycus alvarezii. Menurut Dawes dalam Kadi dan Atmadja (1988) bahwa secara taksonomi rumput laut jenis Eucheuma dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales
Famili : Solieriaceae
Genus : Eucheuma
Jenis : Eucheuma cottonii
Genus Eucheuma merupakan istilah populer di bidang niaga untuk jenis rumput laut penghasil karaginan. Nama istilah ini resmi bagi spesies Eucheuma yang ditentukan berdasarkan kajian filogenetis dan tipe karaginan yang terkandung di dalamnya. Jenis Eucheuma ini juga dikenal dengan Kappaphycus (Doty, 1987 dalam Yusron, 2005). Ciri-ciri E. cottonii adalah thallus dan cabang-cabangnya berbentuk silindris atau pipih, percabangannya tidak teratur dan kasar (sehingga merupakan lingkaran) karena ditumbuhi oleh nodulla atau spine untuk melindungi gametan. Ujungnya runcing atau tumpul berwarna coklat ungu atau hijau kuning. Spina E. cottonii tidak teratur menutupi thallus dan cabang-cabangnya. Permukaan licin, cartilaginous, warna hijau, hijau kuning, abau-abu atau merah. Penampakan thallus bervariasi dari bentuk sederhana sampai kompleks (Ditjenkan Budidaya, 2004).
Penanaman rumput laut Eucheuma sp. dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode. Ada tiga metode yang sudah dikenal masyarakat.
1) Metode Dasar (bottom method)
Penanaman dengan metode ini dilakukan dengan mengikat bibit tanaman yang telah dipotong pada karang atau balok semen kemudian disebar pada dasar perairan. Metode dasar merupakan metode pembudidayaan rumput laut dengan menggunakan bibit dengan berat tertentu.
2) Metode Lepas Dasar (off-bottom method)
Metode ini dapat dilakukan pada dasar perairan yang terdiri dari pasir, sehingga mudah untuk menancapkan patok/pancang. Metode ini sulit dilakukan pada dasar perairan yang berkarang. Bibit diikat dengan tali rafia yang kemudian diikatkan pada tali plastik yang direntangkan pada pokok kayu atau bambu. Jarak antara dasar perairan dengan bibit yang akan dilakukan berkisar antara 20-30 cm. Bibit yang akan ditanam berukuran 100-150 gram, dengan jarak tanam 20-25 cm. Penanaman dapat pula dilakukan dengan jaring yang berukuran yang berukuran 2,5x5 m2 dengan lebar mata 25-30 cm dan direntangkan pada patok kemudian bibit rumput laut diikatkan pada simpul-simpulnya.
3) Metode Apung (floating method)/ Longline
Metode ini cocok untuk perairan dengan dasar perairan yang berkarang dan pergerakan airnya di dominasi oleh ombak. Penanaman menggunakan rakit - rakit dari bambu sedang dengan ukuran tiap rakit bervariasi tergantung dari ketersediaan material, tetapi umumnya ukuran yang digunakan 2,5 x 5 m untuk memudahkan pemeliharaan, pada dasarnya metode ini sama dengan metode lepas dasar hanya posisi tanaman terapung dipermukaan mengikuti gerakan pasang surut yang befungsi mempertahankan rakit, agar tidak hanyut digunakan pemberat dari batu atau jangkar. Penghematan area dapat dilakukan dengan, beberapa rakit dapat dijadikan menjadi satu dan tiap rakit diberi jarak 1 meter untuk memudahkan dalam pemeliharaan. Bibit diikatkan pada tali plastik dan atau pada masing-masing simpul jaring yang telah direntangkan pada rakit tersebut dengan ukuran berkisar antara 100-150 gram.
Zatnika Achmad, dkk 2009, mengatakan bibit yang akan ditanam harus berkualitas baik agar tanaman dapat tumbuh sehat. Oleh karena itu, perlu dilakukannya pemilihan bibit tersebut yakni dengan kriteria sebagai berikut:
1) Bibit yang digunakan merupakan thallus muda yang bercabang banyak, rimbun, dan berujung runcing.
2) Bibit tanaman harus sehat dan tidak terdapat bercak. Luka, atu terkelupas sebagai akibat terserang penyakit ice – ice atau terkena bahan cemaran, seperti minyak buangan dari industri maupun buangan dari kapal – kapal.
3) Bibit rumput laut harus terlihat cerah dan segar yaitu coklat cerah dan hijau cerah terutama jenis Eucheuma sp.
4) Bibit harus seragam dan tidak boleh tercampur dengan jenis lain.
5) Berat awal diupayakan seragam, sekitar 100 g per ikatan/ rumpun.
Sudradjat, 2008, waktu yang diperlukan oleh tanaman dalam mencapai tingkat kadungan bahan utama maksimal merupakan patokan dalam menentukan waktu panen. Rumput laut jenis E. cottonii memiliki kandungan keragenan yang optimal setelah mencapai pemeliharaan selama 45 hari, pemanenan rumput laut sebaiknya dilakukan setelah 45 hari. Panen rumput laut untuk bibit dapat dilakukan umur tanaman berkisar 23 – 25 hari. Panen sebaiknya dilakukan pada cuaca yang cerah agar kualitas rumput laut yang dihasilkan akan terjamin. Panen dapat dilakukan dengan 2 cara, yakni secara selektif atau parsial dan secara keseluruhan.
Panen secara selektif dilakukan dengan cara memotong tanaman secara langsung tanpa melepas ikatan dari tali ris. Keuntungan ini adalah penghematan tali raffia pengikat rumput laut, tetapi memerlukan kinerja yang relatif lama. Cara panen keseluruhan dilakukan dengan mengangkat seluruh tanaman sekaligus sehingga waktu kerja yang dilakukan relatif lebih singkat disbanding cara panen sebelumnya.
Rumput laut yang mempunyai banyak manfaat dapat digunakan dalam industri pangan dan non pangan. Industri pangan E. cottonii salah satu produksinya adalah jelly yang merupakan makanan paling sederhana yang dibuat dari agar atau keragenan. Jelly diproduksi biasanya dicampur dengan buah – buahan, ekstrak buah, atau bubur kacang – kacangan pada industri rumah tangga. industri makanan dalam kaleng, seperti daging dan ikan dalam kaleng, memerlukan bahan pengental, pembentuk gel, serta pensuspensi dengan memanfaatkan agar dan keraginan. Produksi agar-agar memiliki kelebihan dibandingkan dengan keragenan, dimana agar mempunyai kemampuan melting temperatur dan gel strength lebih tinggi, industri non pangan penggunaan agar dan keragenan diantaranya pada industri makanan ternak, keramik, cat, tekstil, kertas, dan pembuatan film.
2.3 Pendapat Tentang Air Kelapa Masalah Terdahulu
Junairiah dan Fatimah (2004), dalam penelitianya mengatakan bahwa tentang pemanfaatan air kelapa sebagai zat pengatur tumbuh alami untuk pertumbuhan kencur ternyata membuahkan hasil yang cukup bagus. Berdasarkan hasil yang didapat pertumbuhan tanaman kencur dapat dilihat dari jumlah tunas, jumlah daun, panjang daun dan lebar daun. Dilihat dari pertumbuhan tunas diketahui bahwa sitokinin terbukti dapat memacu diferensiasi jaringan tunas (Hendaryono,1994). Perbedaan jumlah daun juga disebabkan oleh hormon sitokinin dalam air kelapa yang dapat memacu terjadinya organogenesis sehingga jumlah daun yang terbentuk lebih banyak dan sitokinin dapat mensimulasi pertumbuhan tunas dan daun (Abidin,1985).
Hormon sitokinin juga berpengaruh terhadap panjang daun karena sitokinin dapat memacu pembelahan sel sehingga ukuran panjang daun menjadi bertambah. Lebar daun juga dipengaruhi oleh hormon sitokinin. Dalam hal ini, sitokinin berperan aktif untuk mendorong pembelahan sel karena hormon ini mempengaruhi asam nukleat sehingga langsung mempengaruhi sintesis protein dan mengatur aktivitas enzim (Hendaryono dan Wijayani,1994). Berdasarkan hasil yang didapat, ternyata air kelapa sebagai zat pengatur tubuh alami untuk tanaman kencur yang mengandung hormon sitokinin dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman kencur.
Air kelapa salah satu bahan alami yang didalamnya terkandung hormon sitokinin 5,8 mg/l, auksin 0,07 mg/l, dan giberilin dalam jumlah sedikit serta senyawa lain yang dapat menstimulasi perkecambahan dan pertumbuhan. Sehubungan dengan lamanya waktu yang diperlukan untuk berkecambah dan peranan giberilin dalam memacu perkecambahan biji, begitu juga dengan peran air kelapa dalam perkecambahan maka dilakukannya penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian giberilin dan air kelapa terhadap biji anggrek bulan. Menurut Yusnida Bey, dkk, (2006) mengatakan bahwa pengaruh pemberian giberilin dan air kelapa terhadap perkecambahan bahan biji anggrek bulan dengan konsentrasi tertentu berpengaruh positif terhadap pertumbuhan perkecambahan biji anggrek bulan. Pertumbuhan tersebut dapat dilihat saat munculnya daun, akar, dan tinggi kecambah. Ternyata hasil yang didapat menunjukan bahwa air kelapa dan giberilin berpengaruh positif terhadap perkecambahan biji anggrek bulan.

III METODE PENULISAN PROGRAM
3.1 Studi Literatur
Penulisan karya tulis ilmiah ini berawal dari studi literatur yang membahas tentang bidang yang berhubungan dengan tujuan ditulisnya karya ilmiah ini. Studi literatur ini didapatkan dari buku-buku, jurnal ilmiah, majalah, koran, internet, dan sebagainya. Pokok bahasan yang diambil dari studi literatur meliputi:
1) Budidaya rumput laut terutama E. cottoni.
2) Pertumbuhan kelapa yang merupakan tumbuhan Endemik
3) Kandungan hormon dari air kelapa sebagai stimulan bagi pertumbuhan rumput laut terutama E. cottoni.
4) Pemanfaatan air kelapa sebagai zat pengatur tumbuh alami untuk pertumbuhan kencur ( Kaemferia galanga L.)
5) Pengaruh pemberian giberilin (GA3) dan air kelapa terhadap perkecambahan bahan biji anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis BL.) secara in vitro.
6) Pengaruh pemberian air kelapa sebagai hormon tumbuh alami terhadap pertumbuhan tanaman anggrek.
3.2 Prosedur pengumpulan data
Data-data diperoleh dengan pengumpulan data yang didapat dari internet, buku, dan jurnal ilmiah nasional dan international. Karya tulis ini ditulis dan dibuat dengan menggunakan aturan Bahasa Indonesia yang baku dengan tata bahasa dan ejaan yang disempurnakan, sederhana, dan jelas.


3.3 Metode analisa dan pemecahan masalah dengan cara:
1. Dikusi
2. Komparasi
3. Analisa mendalam

IV. ANALISA DAN SINTESIS
4.1 Analisa Permasalahan
Tanaman kelapa (C. nucifera L.) merupakan tanaman yang serba guna, baik untuk keperluan pangan maupun nonpangan. Setiap bagian dari tanaman kelapa, dari akar hingga pucuk daun, dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia. Daging buah merupakan lapisan tebal berwarna putih. Bagian ini mengandung berbagai zat gizi. Kandungan zat gizi tersebut beragam sesuai dengan tingkat kematang an buah . Selama perkembangannya, buah kelapa secara kontinyu mengalami kenaikan berat. Ukuran berat maksimum tercapai pada bulan ketujuh, saat itulah jumlah air kelapa mencapai titik maksimal. Zaman sekarang air kelapa sudah jarang dimanfaatkan secara optimal. Industri kopra dan minyak berskala rumah tangga sudah tidak memanfaatkan kelapa dengan baik, padahal banyak manfaat manfaat yang ada di dalam air kelapa salah satunya adalah mengandung hormon pertumbuhan.
Morel (1974) mengatakan air kelapa mengandung hormon sitokinin 5,8 mg/l, auksin 0,07 mg/l dan giberelin sedikit sekali serta senyawa lain yang dapat menstimulasi perkecambahan dan pertumbuhan. Hormon sitokinin sangat berperan penting dalam pembelahan sel, bahkan juga bermamfaat bagi pertumbuhan tanaman (Wattimena,1998; Hariyadi, 2002). Hendaryano (1994) mengatakan bahwa sitokinin juga terbukti memacu deferensiasi dari jaringan tunas. Tunas dapat tumbuh dari jaringan kalus , daun, akar dan potongan batang atau kotiledon. Sitokinin dalam air kelapa juga dapat memacu terjadinya organogenesis yang dapat mempercepat pertumbuhan daun (Abidin, 1998), selain berfungsi sebagai diferensiasi tunas adventif dan organ, juga berfungsi dalam sintesis protein dan pembelahan sel dengan adanya sitokinin maka bobot basah tanaman semakin bertambah. Hormon auksin berfungsi untuk merangsang pembesaran sel, sintesis DNA kromosom, serta pertumbuhan aksis longitudinal dan juga untuk merangsang pertumbuhan akar pada stekan atau cangkokan. Giberelin atau sering disebut asam giberelat (GA) merupakan hormon perangsang pertumbuhan tanaman yang dproleh dari Gibberella fujikuroi, aplikasi untuk memicu munculnya bunga. Murniati dan Zuhri (2002) mengungkapkan bahwa giberelin mampu mempercepat pertumbuhan biji kopi.
Rumput laut adalah salah satu sumberdaya hayati yang terdapat di wilayah pesisir dan laut. Sumber daya ini biasanya dapat ditemui di perairan yang berasosiasi dengan keberadaan ekosistem terumbu karang. Beberapa daerah pantai di bagian selatan Jawa dan pantai barat Sumatera, rumput laut banyak ditemui hidup di atas karang-karang terjal yang melindungi pantai dari deburan ombak. Faktor ekologi yang diperhatikan adalah arus, kondisi dasar perairan, kedalaman, salinitas dan kecerahan. Arus air dapat membantu menghindari kotoran pada thallus, membantu pengudaraan dan mencegah fluktuasi. Kondisi perairan yang baik untuk rumput laut E. cottonii adalah perairan yang mempunyai dasar pecahan – pecahan karang dan pasir. Kedalaman perairan yang baik untuk rumput laut E. cottonii adalah 30 – 60 cm pada waktu surut terendah. Kadar salinitas yang baik berkisar antara 28 – 35 ppt dengan nilai optimum adalah 33 ppt. Rumput laut juga memerlukan cahaya matahari sebagai sumber energi guna pembentukan bahan organik yang diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan yang normal.
Sistem budidaya rumput laut ada 3 metode yang sering digunakan oleh pembudidaya yaitu metode lepas dasar (off bottom method), rakit apung (floating rack method), dan rawai (long line method). Bibit yang baik digunakan dalam budidaya adalah thallus yang masih muda bercabang banyak dan rimbun, bibit tanaman harus sehat dan tidak terserang penyakit ice – ice, bibit E. cottonii harus terlihat segar dan berwarna cerah, bibit seragam tidak boleh tercampur dengan bibit jenis lain, serta bibit diupayakan seragam sekitar 100 gram per ikatan/rumpun. Kualitas rumput laut yang siap panen harus memiliki agar, keragenan, alginat dengan kadar yang tinggi, karena ketiga kandungan tersebut dapat menambah nilai ekonomis yang dapat digunakan dalam olahan pangan maupun non pangan,misalnya olahan pangan yaitu jelly yang merupakan makanan paling sederhana yang dibuat dari agar atau keragenan. Jelly diproduksi yang biasanya dicampur dengan buah – buahan, ekstrak buah, atau bubr kacang – kacangan pada industri rumah tangga dan olahan non pangan misalnya pakan ternak, keramik, cat dan tekstil.
Pemanfaatan limbah air kelapa guna peningkatan kualitas produksi budidaya rumput laut dilaksanakn di desa Patas Kecamatan Gerokgak yang merupakan daerah endemik yang memeiliki luas 3236 Ha dan terletak pada ketinggian ± 300 m dari permukaan laut. Adapun batas – batas desa Patas sebagai berikut:
1. Sebelah utara : Laut Bali
2. Sebelah selatan : Kabupaten Jembrana
3. Sebelah barat : Sungai Desa Gerokgak
4. Sebelah timur : Sungai Yehbiu
Jumlah penduduk desa Patas sebanyak 9099 jiwa yang terdiri dari 4621 laki – laki dan 4478 perempuan. Agama yang dianut penduduk desap Patas bermacam – macam antara lain Hindu sebanyak 6408 jiwa, islam 2602 jiwa, Kristen 67 jiwa, katolik 3 jiwa, dan budha 19 jiwa. Mata pencaharian penduduk desa Patas bermacam – macam mulai dari karyawan swasta hingga PNS, sebagian besar penduduk desa Patas adalah petani mengingat banyaknya lahan pertanian di desa Patas. Desa Patas juga memiliki potensi pesisir yang luas, hal ini disebabkan banyak orang luar yang mengolah sumber daya pesisir. Daftar penduduk terlihat seperti Tabel 1. Potensi pesisir yang ada salah satunya yaitu rumput laut jenis E. cottonii namun, hasil dari budidaya rumput laut belum optimal karena kurangnya teknologi tentang rumput laut sehingga pendapatan penduduk pesisir kurang optimal. Salah satu teknologi alternatif yang bisa dimanfaatkan yaitu penggunaan media air kelapa yang mengandung hormon alami.

Tabel 1 Penduduk menurut mata pencaharian.

No Mata pencaharian Jumlah
1
2
3
4
5
6 PNS
Swasta
Wiraswasta
Petani
Nelayan
Jasa 182
394
495
4116
286
54
total 5527
Kantor Kepala Desa Patas tahun 2008

4.2 Sintesis Permasalahan
Upaya peningkatan pendapatan guna memperbaiki taraf hidup masyarakat yang berada di Desa Patas yang merupakan kawasan endemik yang daerah pesisirnya baik untuk kawasan budidaya rumput laut terutama E. cottonii. Budidaya rumput laut tidak hanya mengandalkan sistem budidya secara alami melainkan kita harus menciptakan suatu teknologi yang bisa meningkatkan hasil produksi yang lebih besar dua kali lipat dari sebelumnya. Salah satunya adalah penggunaan media air kelapa sebagai penghasil hormon tumbuh alami yang terdiri dari sitokinin, auksin dan giberelin, karena hormon yang dihasilkan oleh air kelapa bisa mempercepat pertumbuhan khususnya dalam pembelahan sel, pertumbuhan tunas, dan mempercepat pertumbuhan akar pada stekan atau cangkokan. Dengan menggunakan media air kelapa dalam peningkatan kualitas produksi budidaya rumput laut jenis E. cottonii maka diharapkan hasil yang didapat bisa jauh lebih besar. Air kelapa berdasarkan beberapa penelitian dapat mempercepat pertumbuahan tunas, akar, daun, dan batang dari berbagai tanaman, apabila di aplikasikan ke rumput laut kemungkinan air kelapa berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput laut terutama jenis E. cottonii. Pengaruh air kelapa sebagai hormon tumbuh alami terhadap rumput laut dapat menigkatkan produksi budidaya rumput laut E. cottonii daerah pesisir pantai desa Patas, sehingga masyarakat setempat mendapat pendapatan yang lebih baik dari sebelumnya, dengan pendapatan yang lebih baik maka masyarakat setempat akan sejahtera dan perekonomian di Desa Patas berjalan lancar.
Data peningkatan produksi rumput laut desa Patas setelah memanfaatkan media air kelapa sebagai media pengkaya budidaya rumput laut E. cottonii ditunjukkkan dengan meningkatnya produksi berat basah seperti terlihat pada Tabel 2.
Tabel laju pertumbuahan rumput laut E. cottoni menggunakan media air kelapa.
No Minggu Laju pertumbuhan (gr)
Wo (gr) Wt (gr) G (gr) Keterangan
1 I 100 125,7 3,67
2 II 100 239 9,92
3 III 100 259 7,75
4 IV 100 279 6,3










KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari penulisan ini adalah:
1 Teknik pemanfaatan limbah air kelapa sebagai media pengkaya budidaya rumput laut E. cottonii dapat meningkatkan produksi rumput laut yang ditunjukkan dengan berat basah E. cottonii yang berati dapat peningkatan pendapatan dan upaya peningkatan taraf hidup masyarakat yang berada di pesisir pantai desa Patas.
2 Teknologi pemanfaatan limbah air kelapa secara tidak langsung dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahtraan masyarakat pesisir pantai desa Patas.
Saran
Upaya memanfaatkan limbah air kelapa di masyarakat luas guna peningkatan produksi rumput laut yang berkualitas untuk menunjang produksi budidaya rumput laut secara optimal.

Sabtu, 07 Maret 2009